22 Desember 2010

(SII) Strategy of Information Integration

Seiring berkembangnya teknologi informasi membuat semua orang dapat dengan mudah memperoleh informasi, disisi lain hal tersebut membuat persaingan dalam bidang bisnis semakin ketat. Dibutuhkan sebuah strategi khusus untuk tetap dapat bersaing, salah satunya adalah berkolaborasi atau berkooperasi, atau biasa disebut sebagai strategy of information integration (SII). SII merupakan sebuah strategi yang menggabungkan dua atau lebih organisasi, penggabungan tersebut dilakukan untuk memperkuat organisasi dan tentunya agar dapat terus bersaing dengan yang lain. Strategi integrasi dibedakan menjadi tiga yaitu, forward integration, backward integration dan horizontal integration. Forward integration merupakan strategi untuk memperoleh kepemilikan atau meningkatkan kendali atas distributor atau pengecer. Backward integration merupakan strategi untuk mencari kepemilikan atau meningkatkan kedali atas perusahaan pemasok. Sedangkan horizontal integration adalah strategi untuk mengendalikan para pesaing. Fenomena SII yang terjadi akhir-akhir ini antara lain:
  • Terjadinya merger dan akuisisi antar dua atau sejumlah organisasi dalam berbagai industri vertikal, seperti: perbankan, asuransi, manufaktur, pendidikan, kesehatan, dan lain sebagainya;
  • Restrukturisasi korporasi yang dilakukan dengan mengubah pola relasi antar anak-anak perusahaan dalam sebuah konsorsium grup usaha;
  • Strategi kerjasama berbagai institusi pemerintah secara lintas sektoral untuk meningkatkan kinerja birokrasi;
  • Tuntutan berbagai mitra usaha dalam dan luar negeri untuk meningkatkan kualitas aliansi dan kolaborasi; dan lain sebagainya.

Namun pada kenyataannya mengintegrasikan beberapa organisasi tidaklah mudah. Banyak kalangan praktisi menilai bahwa masalah utama yang dihadapi bukanlah karena kendala teknis, namun lebih banyak didominasi oleh hal-hal yang non teknis, biasanya politik organisasi. Tidak banyak pihak yang mampu mencari jalan keluar dalam menghadapi kenyataan ini. Fenomena resistensi tersebut biasanya disebabkan oleh:
  • Ego sektoral organisasi yang sangat tinggi sehingga menutup kemungkinan untuk mau diatur atau bekerjasama dengan organisasi lain (kecuali yang bersangkutan menjadi pemimpin konsorsium);
  • Anggapan bahwa sistem informasi merekalah yang terbaik dibandingkan dengan yang dimiliki oleh pihak-pihak mitra lainnya;
  • Konteks kepentingan yang berbeda pada setiap organisasi sehingga sulit dicari titik temu yang memungkinkan untuk melakukan integrasi secara cepat;
  • Saling berebut untuk menjadi pimpinan tim integrasi dalam sebuah konsorsium kerja sama;
  • Ketidakinginan untuk saling membagi data, informasi, maupun pengetahuan yang dimiliki karena akan dianggap mengurangi keunggulan kompetitif individu maupun organisasi;
  • Ketidaktahuan harus memulai usaha integrasi dari mana sehingga kondusif untuk dilakukan sejumlah pihak terkait; dan lain sebagainya.

Untuk dapat melakukan memecahkan masalah tersebut dapat digunakan sebuah metodologi yang menekankan pada evolusi enam tahap pelaksanaan integrasi.

Tahap I: Eksploitasi Kapabilitas Lokal
Melakukan pengembangan maksimal terhadap kapabilitas sistem informasi masing-masing organisasi.

Tahap II: Lakukan Integrasi Tak Tampak
Dalam tahap ini, cetak biru arsitektur masing-masing sistem informasi dapat mulai saling diperkenalkan dan dipertukarkan.

Tahap III: Kehendak Berbagi Pakai
Melakukan evaluasi seberapa efisien dan optimum solusi tersebut berhasil dibangun terutama dalam kaitannya dengan pemanfaatan beraneka ragam sumber daya organisasi.

Tahap IV: Redesain Arsitektur Proses
Kesepakatan untuk melakukan kolaborasi secara lebih jauh, yaitu dengan memperhatikan nilai dari pemegang kepentingan utama dari seluruh organisasi yang berkolaborasi.

Tahap V: Optimalkan Infrastruktur
Optimalisasi arsitektur sistem informasi terintegrasi yang dimiliki agar sistem informasi organisasi dapat menghasilkan sistem dengan komponen-komponen yang lengkap.

Tahap VI: Transformasi Organisasi
Terciptanya berbagai macam hal baru yang menggantikan sesuatu yang telah lama dianut, misalnya:
  • Transformasi dari organisasi berbasis struktur dan fungsi menjadi organisasi berbasis proses;
  • Transformasi dari organisasi berbasis sumber daya fisik menjadi organisasi berbasis pengetahuan;
  • Transformasi dari organisasi berbasis kebutuhan pemilik kepentingan internal menjadi organisasi berbasis kebutuhan pemilik kepentingan eksternal;
  • Transformasi dari organisasi berbasis rantai nilai fisik menjadi organisasi berbasi rantai nilai virtual; dan lain sebagainya.

Pada dasarnya uatu proses integrasi yang terjadi merupakan sebuah strategi transisi yang terjadi secara alami, bukan dipaksakan oleh satu atau dua kubu kepentingan tertentu. Hal inilah yang sebenarnya menjadi kunci untuk melumerkan ketegangan politis yang terjadi dalam setiap proyek penggabungan atau kolaborasi sistem informasi. Setelah melalui proses evaluasi dan pembelajaran yang  terjadi secara kontinyu dan berkesinambungan, maka akan terciptalah sebuah siklus hidup yang tidak berkesudahan yang sejalan dengan keinginan setiap organisasi untuk selalu memperbaiki kinerjanya dari waktu ke waktu.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar